Rasisme Sumber Kehancuran

Banyak hal yang membuat saya bingung, namun yang paling membingungkan sekaligus jengkel adalah sudut pandang sebagian orang tentang berbedaan warna kulit ataupun hal-hal lain yang mengedepankan perbedaan.

Bukankah itu sama dengan menghilangkan sebagian nikmat yang telah diberikan Sang Pencipta? Oiya maksud saya nikmat saling kenal mengenal dalam perbedaan hidup, dan bukankah manusia memang diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling kenal mengenal, iya kan?

Rasisme, yah sebut saja itu, sebuah kata yang menggambarkan suatu sistem
kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada rasmanusia menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur yang lainnya.

Beberapa penulis menggunakan istilah rasisme untuk merujuk pada preferensi terhadap
kelompok etnis tertentu sendiri (etnosentrisme), ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antarras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe).

Rasisme telah menjadi faktor pendorong
diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida. Istilah rasis telah digunakan dengan konotasi buruk paling tidak sejak 1940-an, dan identifikasi suatu kelompok atau orang sebagai rasis sering bersifat kontroversial. Mungkin teman-teman masih ingat dengan Darwin?

Yah, salah satu ilmuan eropa yang di tahun 1871 dalam salah satu bukunya “The Descent of Man” mengatakan bahwa manusia berevolusi dari makhluk mirip kera, namun Darwin sendiri tidak mempunyai cukup bukti yang meyakinkan klaimnya tersebut. Menurut saya Darwin tidak lebih dari seorang rasis tulen yang menganggap ras eropa lebih unggul dari ras manapun di dunia ini.

Pada zamannya memang golongan ini sibuk mencari teori yang melandasi sikap rasis yang merasuki pikiran kotor mereka bahkan sampai sekarang dengan mengedepankan semua kemajuan-kemajuan yang telah mereka lakukan.

Atau mungkin sebagian dari teman-teman masih bertanya mengapa Zidane kapten Tim Prancis yang pada Piala Dunia 2006 berani menanduk dada Marco Materazzi salah satu pemain bertahan Italia? Padahal partai tersebut adalah Final Piala Dunia, semua itu tidak lepas dari sikap rasis pemain italia itu yang menghina Ibu dan saudara perempuan sang kapten Prancis yang dianggap seorang imigran asal Aljazair.

Sungguh ironis sepak bola yang oleh sebagian kalangan mengatakan dapat menyatukan dunia dan menghilangkan perbedaan, ternyata masih saja dikotori oleh sikap rasis yang biadab dan dijadikan senjata untuk memenangkan pertandingan.

Namun yang paling saya takutkan adalah konsep Negara Indonesia yang terdiri dari ragam budaya, agama dan sosial akan terkontaminasi dengan doktrin kotor penghancur dunia ini, jadi bagaimana dengan kalian? –TS-